Gerobak Sampah ( contoh cerpen b.indonesia << tugas sekolah minimal 700 kata )
Pagi ini suara-suara kendaraan menggetarkan atap-atap rumah rapuh itu, dalam
hunian yang kumuh dan beratapkan papan-papan seng dan kayu pak tua itu tinggal. Dengan air tadahan hujan dan alat mandi seadanya pria itu tak butuh waktu lama untuk bersiap diri. Dengan nafas beratnya dia mulai pergi mencari nafkah dengan gerobak sampah yang nampak setua
pemiliknya itu, melewati pelosok-pelosok
kota menuju bukit sampah sebagai
tambang rezekinya. Tidak jarang dia terhenti sejenak sekedar memungut sampah bekas gelas
plastik air mineral atau botol-botol plastik, dia mengais
dan memilah sampah di sepanjang
jalanan yang padat akan manusia yang sebenarnya menjadi tambang juga bagi pria
tua itu. Dia tahu bahwa dia harus melakuakan hal itu demi kelangsungan hidupnya
walau tidak harus menjadi bagian penting dari kehidupan ini.
Tak terasa waktu sudah mulai menunjukkan pukul 2, dia tahu itu saatnya
bagi dia untuk berhenti ketika dia tahu adzan ashar akan berkumandang. Walau ditengah-tengah
kesibukan pekerjaannya, dia juga menyempatkan
diri untuk beribadah dan juga menyempatkan diri untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dia memang sengaja shalat dluhur diwaktu menjelang waktu ashar, agar dia tidak
bolak-balik ke mushallah untuk melakukan shalat ashar lagi. Dia sudah terbiasa
shalat di mushallah Al-Jami’ yang tak jauh dari pijakannya sekarang.
Sesampainya dia di
mushallah, dia memarkirkan gerobak sapahnya di belakang mushallah, karena dia
tahu bau gerobaknya dapat menganggu orang lain yang melewati gerobaknya. Sebelum ia shalat tak lupa ia membersihkan tubuhnya dari bau-bau sampah yang melekat disemua badan dan dia tidak
lupa untuk membawa baju ganti
khusus untuk hal
seperti ini. Dengan berjamaahkan sekitar 12 orang dia selalu
berada paling pojok, karena dia juga tahu bahwa mungkin saja dia masih berbau
sampah sehingga tidak ingin merusak ibadah seseorang karena baunya itu.
Usai berdoa,
bergegaslah ia mengenakan seragam kerjanya yang tadi ia simpan. Baju dengan motif lubang-lubang, modifikasi
sana-sini dan dengan corak gelap terang ia tak pernah malu mengenakan itu. Bahkan tak jauh setelah ia pergi setelah
ia mengenakan seragamnya tiba-tiba seseorang memanggil dia
dari kejauhan tak peduli pakaian
yang dikenakan dan kendaraan apa yang dipakai. Orang yang memanggil pria itu
terlihat cukup ramah.
“hai pak, ini saya nitip” ucap Makiah. Sambil tersenyum kecil pak tua itu menghampiri ibu-ibu yang sedikit lebih muda darinya.
“hai pak, ini saya nitip” ucap Makiah. Sambil tersenyum kecil pak tua itu menghampiri ibu-ibu yang sedikit lebih muda darinya.
“Makasih pak, besok datag lagi ya” ucap makiah lagi. Pria
tua menerima satu bungkusan yang
isinya gelas-gelas dan botol-plastik yang sudah dipilah, lalu pria tua itu menunjukkan senyumnya lagi, dan tak lama pria tua itu berlalu begitu saja. Tak
sempat dia sampai di tempat tujuan ia dihampiri banyak orang seperti ibu-ibu tadi. Memang sejak dulu pak tua ini sudah akrab dengan warga dikampung itu
mengingat ia dulu juga tinggal dikampung itu. Dulu pria itu akrab dipanggil pak Dahlan oleh warga sekitar, dia
mempunyai seorang istri yang baik dan dua orang anak yang ceria, namun setelah insiden kebakaran ia kehilangan banyak hal dan yang
tersisa hanyalah dirinya saat ini dan gerobaknya yang didapat dari sisa uangnya.
Matahari hampir tenggelam dan pria
tua tahu ini adalah waktu untuk
menukarkannya sampahnya ke pengepul. 100 buah gelas plastik dihargai dengan Rp 4000,
100 botol ukuran sedang Rp 8500
dan 100 dihargai botol ukuran besar Rp 12000, harga ini sudah adalah lumayan
besar dibandingkan pengepul lainnya.
Pengepul itu menyambut dengan ramah pria tua
itu, seakan-akan mereka memang pernah cukup lama saling mengenal, dan memang
mereka pernah salaing mengenal karena dia adalah rekan kerja pak Dahlan ketika
dia masih bekerja sebagai asisten penjualan gas LPG.
“Oh hari ini dapat banyak ya pak
?” ucap si pengepul itu dengan ramah dan pak tua itu hanya tersenyum.
“Ini pak, terimah kasih. Besok
datang lagi ya pak” ucapnya dengan nada yang sama ramahnya dengan ibu-ibu tadi.
Sedang pria tua itu menerimah uang tersebut dengan penuh syukur dan
menyimpannya kedalam kantung plastik hitam dan memasukkannya kedalam saku celananya.
Rp 18000 uang yang didapatkan hari
ini, dia tidak tau bagaimana kepastian perhitungan si pengepul itu tapi pak tua
itu percaya kepada orang tersebut, dan yang jelas orang hari ini dia punya
cukup uang untuk membeli sesuatu. Sebelum pulang ia membeli nasi bungkus yang
seharga dengan menjual 100 botol ukuran besar, itupun hanya berisi nasi, tempe,
tahu, dan lalapan, karena uang Rp 12000
di kota sebesar ini termasuk kecil.
Usai pekerjaan yang melelahkan itu dia masih sempat
untuk melaksanakan kewajiabnnya
sebagai manusia muslim yaitu
shalat, meskipun beralaskan kardus bekas itu bukan alasan untuk tidak shalat.
Dalam shalatnya yang tenang, sesaat terdengar suara gemeritik
dari atap rumah yang memecah
keheningan saat itu dan suara itu berlanjut hingga
akhirnya dia tahu bahwa ada tetesan air di atas kepalanya, namun dia menghiraukannya dan
melanjutkan ibadahnya itu sampai-sampai pria tua itu basah kuyup oleh air tetesan hujan itu. Usai salam hujan itu semakin menjadi-jadi dan
lebih banyak lagi air yang menetes kedalam rumah kecilnya itu. Tak banyak yang bisa ia
perbuat lalu pria tua itupun menuju tempat tidurnya yang
diikat pada dua tiang sambil
berharap besok semua itu akan berakhir.
Dinginnya malam diiringi suara gemuru hujan menusuk jari-jari pria itu,
tersentak dia dari mimpinya, mimpi tentang kenangan saat masa lalu, kembali
pria itu teringatan kembali akan keluarganya, keluarga yang dulu bisa membawa kehangatan saat dingin menusuk tubuh,
keluarga yang dulu membawa kebahagiaan saat tak satupun orang yang peduli,
keluarga yang dulu menghadirkan kasih sayang disaat sesulit apapun, tapi itu semua itu dulu.
“Andai saja aku tidak sebodoh itu” tak henti-hentinya dia menyalahkan dirinya sendiri. Tak jarang dia terbangun ditengah-tengah tidurnya dan hanya terdiam, melamun, dan meratapi keadaannya saat ini. Tak ada yang mampu mengalahkan kesedihannya karena kesepian, di setiap doa pria itu, ia ingin bisa dipertemukan lagi dengan keluarganya yang mampu mengisi ruang kosong dalam hatinya saat ini, yang mampu membuatnya tersenyum disaat sesulit apapun, hanya saja itu butuh keajaiban.
“Andai saja aku tidak sebodoh itu” tak henti-hentinya dia menyalahkan dirinya sendiri. Tak jarang dia terbangun ditengah-tengah tidurnya dan hanya terdiam, melamun, dan meratapi keadaannya saat ini. Tak ada yang mampu mengalahkan kesedihannya karena kesepian, di setiap doa pria itu, ia ingin bisa dipertemukan lagi dengan keluarganya yang mampu mengisi ruang kosong dalam hatinya saat ini, yang mampu membuatnya tersenyum disaat sesulit apapun, hanya saja itu butuh keajaiban.
Hari baru telah menanti, pria tua itupun bergegas
untuk bersiap-siap mengawali hari ini, namun setelah dia turun dari tempat
tidur gantungnya itu dia tahu bahwa rumahnya sudah tergenang banjir. Hal itu memang tidak
membuat dirinya bingung mengingat dia tidak perlu memikirkan tentang rumahnya karena memang tidak ada barang
berharga yang layak diungsikan.
Saat keluar dengan langkah berat karena arus banjir yang cukup deras mengingat
aliran air itu dating dari dataran tinggi disebelah kota itu. Di luar dia
melihat orang-orang yang kemarin ramah kepadanya kemarin sedang kesusahan,
dihatinya timbul perasaan ingin membatu mereka. Sejenak dia memperhatikan
seorang ibu yang sedang menggendong anaknya sedang menerjang melawan arus untuk
menyelamatkan diri, pria itu teringat kembali akan kecelakaan itu. Dia tidak
ingin orang lain merasakan penderitaan ditinggal keluarganya, cukup dirinya
saja yang mengalami kepahitan rasanya hidup ditinggal pergi orang-orang yang
dikasihi. Pria itu bergegas mengambil gerobak sampahnya dan menerjang menerobos
banjir, dia tidak ingin menjadi sesosok pahlawan hanya saja dia ingin membantu
seseorang yang juga pernah membantu dirinya. Wanita yang menggendong anaknya tadi
menyambut dengan hangat bantuan pria tersebut dan dengan segera wanita itu naik
keatas gerobak itu dan meminta tolong juga untuk diungsikan juga barang-barang
dirumahnya. Entah mengapa pak tua itu begitu semangat sekali hari ini, sehingga
dengan cepatnya dia mampu mengungsikan barang-barang kegerobaknya. Dia menarik
gerobak itu dengan langkah yang berat perlahan-lahan menjauhi daerah genangan
banjir. Namun tiba-tiba terdengar suara pecahan yang ternyata itu adalah
pondasi selokan yang pecah sehingga pria itu tiba terpelosok kedalam saluran
pembuangan yang tidak tampak karena tergenang banjir. Orang-orangpun kaget dan
turun untuk mulai mencarinya namun mereka tak juga menemukannya karena sulitnya
keadaan waktu itu. Dengan menggunakan kan dasel, warga memindahkan air agar
lebih mudah untuk melkukan pencarian, namun masih saja tidak ada hasil. Mungkin
saja pria tua itu sudah bersama keluarganya dan yang bersisa hanyalah gerobak sampah
itu.
Agak kaku tapi bagus
BalasHapushehehe masih belajar,, klo gak salah itu pas saya masih kelas 2 SMA
BalasHapus